Perahu Tanpa Sauh Itu Bernama Swerte


“So i close my eyes and i breathe deeply to the sounds of my flight calling / No surprise im a keep moving till im placed in a coffin.”

—Swerte (Place to Rest by The Recipe)

 

“No one leaves home / unless home is the mouth of a shark.”

—Warsan Shire, Home


Tak seorang pun akan meninggalkan rumah, kecuali jika rumah adalah mulut ikan hiu. Potongan larik dari puisi monumental berjudul “Rumah” karya penyair Inggris berdarah Somali, Warsan Shire, yang diterjemahkan Ahmad Yulden Erwin itu, nampaknya berkelindan kuat dengan perih-sesak perjalanan seorang Lucky Schild a.k.a Swerte.

Warsan beralih-mukim ke Inggris bersama keluarganya karena menjadi pengungsi perang dari konflik bersenjata di Somalia. Sedangkan Swerte mesti meninggalkan Indonesia dan bertualang ke tanah Eropa hingga Timur Tengah, untuk menempuh “jalan dinamit”-nya di bidang musik.

Swerte bisa dibilang seorang “anak hilang” sekaligus perahu yang berlayar tanpa sauh. Lahir di Aceh, besar di Jakarta, dan mewarisi trah Indonesia-Swiss dari ibu serta ayahnya, ia membentuk grup The Southsiderz pada medio 1990-an. Lalu di penghujung tahun 2000, Swerte mesti pindah ke Swiss dan kemudian lanjut bertualang ke Manchester, lalu Inggris, untuk mempelajari tentang produksi musik. Pada 2005, ia kemudian hijrah ke Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Di tanah perantauan itulah kemudian Swerte menorehkan capaian luar biasa.

Bersama dengan beberapa pelaku hip-hop lokal asal Dubai, Swerte menginisiasi The Recipe pada 2008. Mulanya The Recipe adalah sebuah proyek mixtape keroyokan. Berselang waktu kemudian, The Recipe bertransformasi menjadi sebuah grup hip-hop. Tak disangka, The Recipe pun didapuk sebagai pionir kolektif atau grup hip-hop yang punya peran penting dalam hip-hop di seantero UAE. Dengan diskografi karya yang solid, bagaimana The Recipe bisa tampil bersama nama-nama besar seperti Talib Kweli, Snoop Dogg, Cypres Hill, dll., tentu menjadi catatan yang eksplosif.

Saya berkesempatan mewawancarai Swerte di 2020 silam. Saya coba menggali beberapa hal seputar bagaimana ia mesti meninggalkan Indonesia, perjalanannya bersama The Recipe, hingga perkara artistik maupun emosional tentang kampung halaman.


Banyak hal yang luput diketahui dari seorang Swerte oleh hip-hopheads hari ini. Bukan soal riwayat artistiknya bersama Southsiderz atau capaian luar biasa Swerte di skena hip-hop lokal Jakarta bahkan Indonesia. Melainkan tentang kepindahannya ke Dubai. Bisa ceritakan kembali latar belakang yang kemudian membuat Swerte mesti beralih-mukim ke Dubai?

Waktu saya berumur 17 tahun, saya tiba-tiba harus meninggalkan Indonesia. Saya pindah ke Swiss untuk menyelesaikan tahun terakhir high school di sebuah boarding school di atas gunung sana. Setelah itu saya pindah ke Manchester, Inggris, untuk belajar sound engineering. Saya tinggal di sana selama empat tahun untuk mendapatkan pengalaman musik dengan merekam band dan menjadi bagian dari skena hip-hop Manchester.

Saya tinggal di tempat share housing dengan 6 DJ turntablist dan sering sekali rumah kami jadi tempat jamming bagi MC serta DJ di area tempat kami bermukim. Sebenarnya saya ingin sekali pindah dari Manchester, tapi tidak tahu mau pindah ke mana. Jarang sekali matahari keluar di sana dan saya sangat merindukan hal itu.

Pada akhir tahun 2005, saya pergi berlibur ke Dubai bersama pacar saya saat itu untuk mengunjungi keluarganya. Waktu saya berada di sana, saya bertemu dengan beberapa orang yang bekerja di industri musik dan menyadari ada peluang di sana, karena Dubai masih sangat muda dan sedang berkembang.

Tiga bulan setelah kami kembali ke Manchester, saya pindah ke Dubai dan masih tetap tinggal di sini sampai sekarang. Tidak hanya gara-gara di Dubai banyak peluang saja, tapi waktu saya tinggal di Manchester, saya mengembangkan kecanduan zat ilegal dan tahu jika saya pindah ke suatu tempat seperti Dubai, saya akan bisa berhenti.

Album Funerals and Purgatory dari The Recipe

The Recipe, yang mulanya hanya sebagai proyek mixtape, kemudian bertransformasi menjadi sebuah label rekaman. Bahkan akhirnya The Recipe paten sebagai nama grup dan telah merilis debut Funerals and Purgatory. Bagaimana Swerte sendiri melihat perjalanan The Recipe yang kemudian jadi tonggak awal hip-hop underground di Dubai?

Kami hanya mengejar mimpi-mimpi kami. Tetapi kami tidak pernah berada dalam mimpi terliar yang kami pikir akan mencapai semua ini. Seperti yang saya katakan, Dubai memiliki begitu banyak peluang dan setelah mengalami sendiri awal mula dari skena hip-hop di Indonesia, saya merasa saya tahu apa yang diperlukan untuk membuat segalanya berjalan di Dubai.

Kami melakukan apa yang kami lakukan karena kebutuhan. Tidak ada jalan lain. Semua orang hanya pernah melihat kesuksesan kami, tetapi saya tidak bisa memberitahu anda berapa kali kami gagal melakukan apa yang ingin kami lakukan. Saya tidak tahu apakah itu gairah atau justru kekeras-kepalaan serta kebodohan kami.

Saya pernah mengatakan, hal paling cerdas yang pernah saya lakukan adalah membuat The Recipe. Dan hal paling bodoh yang pernah saya lakukan adalah membuat The Recipe. Satu hal yang pasti, saya tidak mau memiliki cara lain dan saya pasti tidak menyesal dengan pilihan saya.

Foto: The Recipe (sumber: Bandcamp The Recipe)

Apakah Swerte masih mengikuti perkembangan hip-hop Indonesia? Jika masih, bagaimana pandangan Swerte akan hip-hop Indonesia hari ini? Di saat yang sama label-label seperti Def Bloc, Pasukan Records, hingga Westwew; merilis katalog-katalog kampiun dari roster-nya masing-masing.

Saya pikir skena hip-hop indonesia adalah salah satu yang terbaik di dunia saat ini. Seluruh dunia melihat ke arah itu. Sekarang itu langka sekali untuk bisa mengatakan anda hidup dari hip-hop. Namun saya tahu banyak orang yang bisa mengatakan itu di Indonesia. Tingkat pengetahuan tentang industri dan cara kerjanya jauh di atas sebagian besar tempat lain. Tapi masih juga banyak yang bisa di perbaiki. Mungkin sulit untuk melihatnya dari dalam negeri, tetapi ketika saya membandingkannya dengan Dubai, Indonesia jauh di depan ketimbang kita di sini.

Hal apa saja yang menjadi materi kepenulisan lirik Swerte di album Funerals and Purgatory? Adakah lirik yang secara subtil Swerte tulis tentang “rumah”, tentang kampung halaman?

Kami bertiga di grup The Recipe adalah kombinasi campuran. Saya sendiri seorang Indonesia-Swiss, P Storm itu Hong Kong-Inggris, dan Kaz Money bahkan seorang keturunan Syria-Italia-Armenia-Eritrea. Dan kami bertiga tinggal di negara yang bukan milik kami. Bukan kampung halaman kami. Jadi satu hal yang kami bagikan di antara kami bertiga adalah rasa frustrasi atas pertanyaan “di mana rumah kami?”

Dari situ kami mulai mengeksplorasi identitas kami. Ke mana pun kami pergi, kami selalu dibilang orang asing. Bahkan di keluarga kami sendiri. Jadi semua lagu berasal dari sudut pandang itu. Apakah itu hanya sekadar lagu “dropping bars” atau lagu cinta serta perjuangan seorang rapper yang ambisius? Kami selalu berusaha untuk menjaga suara itu.

Satu lagu yang bisa dikatakan anthem kami adalah “Place to Rest”. Semua yang saya bicarakan di sini bisa didengarkan di lagu itu. Kalau saya sendiri akan selalu membawa pengalaman saya dari Indonesia ke dalam lirik. Sebelum album kami rilis, kami mengeluarkan mixtape dengan DJ Hurricane(ex-Beastie Boys) berjudul “Throwback to the Future”.

Banyak lagu di situ dengan lirik saya yang membicarakan tentang Indonesia secara spesifik. Bahkan lagu “Biggie’s Mac 11” dengan Mobb Deep, saya berkata “guess I’m blowing smoke on every beat tho, probably ‘cus my first breath was Indo.” Karena saya lahir di Aceh dan udara pertama yang saya hirup adalah udara Indonesia. Tapi juga ada dua makna karena “indo” juga merupakan istilah lain untuk ganja. Dan saya meniupkan asap pada beat karena my lyrics are fire, bro. LOL. Berarti tiga makna ya? Triple meanings. Damn.

Foto: P-Storm, Kaz Money, dan Swerte (sumber: Dokumentasi The Recipe)

Setelah mampu menginisiasi komunitas hip-hop independen di Dubai via The Recipe, apa yang menjadi agenda Swerte berikutnya?

Sekarang saya tengah mengerjakan material solo dan arahnya benar-benar Indonesia. Temanya semua Indonesia yang berasal dari orang Indonesia campuran. Jadi rap-nya juga campuran inggris dan bahasa Indonesia. Inginnya sih bekerja sama dengan label di Indonesia yang bisa bantu dengan branding serta marketing-nya. Aku mau pulang, bro. Sudah cukup lama saya di luar Indonesia dan saya merasa sekarang adalah waktunya untuk kembali ke kampung halaman.

Sejauh mana pengalaman Swerte hingga kini menjadi produser atau komposer musik bagi musisi-musisi maupun kawan-kawan di Dubai?

Sebenarnya saya sudah lama tidak menjadi produser atau komposer. Saya lebih ke arah executive produser atau hanya memasukkan creative input saja dalam proses pembuatan lagu untuk artis lain. Namun jika untuk pekerjaan saya di stasiun televisi, saya masih membuat komposisi dan sound design untuk beberapa channels di situ. Kadang-kadang untuk opening sequence rubrik baru atau belakangan ini juga mengerjakan infomercial tentang Covid-19 dll.

Perbedaan atmosfir atau apa saja yang Swerte temui dari skena hip-hop di Indonesia, Inggris, dan juga Dubai saat ini?

Semuanya tentu saja berbeda, namun juga banyak hal yang sama. Yang paling membuat excited itu jika budaya lokalnya dicampur dengan kultur hip-hop itu sendiri. Di Inggris, lahir skena grime dan drill. Di Indonesia dan di Timur Tengah belum ada semacam “signature sound” atau genre baru yang lahir dari rahim hip-hop ini. Tapi tetap saja skenanya solid, mulai dari lagu yang memakai bahasa lokal, hingga b-boys yang memasukka gerakan tarian daerah.

Selain bersama The Recipe, Swerte diketahui juga tergabung di sebuah band nu-metal. Bisa jelaskan soal proyek itu?

Itu hanya hobi saja. Mid-life crisis barangkali ya? Hahaha. Ingin ngejam, headbangin, dan masuk mosh-pit, tapi besoknya masuk angin semua. Iseng-iseng saja dan kita semua berenam bekerja di bidang kreatif, jadi sempat membuat video klip untuk satu lagu.

Foto: Swerte (Dokumentasi Swerte)

Apa arti di balik “it took death to get here” yang jadi manifesto The Recipe itu?

Kita benar-benar memberikan segalanya untuk membuat album Funerals and Purgatory, semua lagu, dan proyek sebelumnya untuk roll out atau build up ke album itu.  Kami memberikan uang kami, kami kehilangan tidur, kami makan banyak junkfood dan hidup kami benar-benar tidak sehat sama sekali selama proses penggarapan semua itu.

We gave it everything. We killed ourselved for that album! Jadilah motto kami kalau akan manggung atau tengah malas dan perlu inspirasi: it took death to get here…. don’t let it be all for nothing. Semua kerja keras dan pengorbanan kami akan sia-sia jika menyerah begitu saja.

Di penghujung 2013, The Recipe diundang untuk mengisi helatan 9 tahun Infusion Magazine sekaligus jadi pembuka penampilan Cypress Hill serta Afrika Bambaataa. Momen-momen apalagi yang kiranya menurut Swerte cukup krusial dalam perjalanan The Recipe selama ini? Yang tentunya sulit juga untuk dilupakan.

Tentu saja banyak sekali. It’s been an incredible journey dan saya tidak bisa memimpikan semua peluang yang muncul bagi kami dalam perjalanan ini. Mungkin yang paling krusial waktu kami dimentori oleh Glenn Toby a.k.a Mr Sweety G. Dia salah satu pionir hip-hop dari zaman Doug E Fresh, Biz Markie, dan Grandmaster Flash.

Waktu itu dia datang dan tinggal di Dubai untuk dua bulan khusus untuk mementori kami tentang bisnis musik dan hip-hop. Momen itulah betul-betul  mengubah segalanya. Hal itu benar-benar membuka mata saya. Dari pengalaman itu juga kami bisa menjalankan game-plan kami untuk membuka peluang lain, semisal bekerja sama dengan Talib Kweli, Mobb Deep, hingga DJ Hurricane.

Dari sebelas nomor di album Funerals and Purgatory, apa yang menjadi gagasan utama yang hendak Swerte usung bersama dengan P Storm dan Kaz Money?

That the differences between us are what makes us one. We are all different and thats what we all have in common. Budaya kami bisa lain, negara atau tanah kelahiran kami bisa berbeda. Namun kami semua mengerti rasa sayang, takut, kelaparan, dan gembira. Lagu “Place to Rest” sekali lagi bisa disebut sebagai rangkuman dari semua yang kami ekspresikan di album Funerals and Purgatory.

Album hip-hop apa saja yang punya pengaruh penting dalam hidup seorang Swerte? Bisa sertakan juga dengan alasan maupun kisah di balik album favoritnya itu.

Ada tiga tepatnya. Namun bukan karena liriknya yang berpengaruh, melainkan sound concept-nya yang saya suka sekali:

  • Brothas Doobie dari Funk Dooobiest. Album ini barangkali yang paling saya suka. Vibe-nya menenangkan sekali dan mixing-nya selalu saya pakai sebagai referensi ketika tengah me-mixing proyek solo saya sendiri.
  • III Temples of Boom dari Cypress Hill. Saya punya banyak kenangan dengan album ini. Yang paling memorable tentu saja adalah lagu “Boom Biddy Bye Bye”. Waktu masih sekolah middle school di JIS dahulu, tiap kali keluar bis dan hendak berjalan ke kelas, lagu ini selalu di-cue pada walkman saya. Jadi persisnya seperti soundtrack perjalanan saya sekolah atau belajar.
  • Mindstate dari Pete Philly and Perquisite. Album ini saya suka sekali konsepnya, serta hubungan artis dan produsernya juga. Produsernya sebenarnya pemain cello classical, jadi berpengaruh sekali pada cara dia memproduksi beat dan aransemen lagu. Keren sekali pokoknya.

*wawancara ini pertama kali dipublikasi di kolom overview Haluan.co pada Juli 2020.